MENITI PENINGGALAN KANJENG SUNAN GIRI DI GRESIK

     Kemasyhuran Kanjeng Sunan Giri sebagai mubaligh di dalam menyiarkan agama Islam terkenal mulai dari rakyat biasa sampai menelusup ke pintu-pintu istana kerajaan Majapahit. Keberhasilan beliau di dalam mendirikan pesantren atau perguruan di Giri Gresik, sampai berdatanglah para murid dari Sulawesi, Kalimantan, Madura, Kangean, Nusa Tenggara, Halmahera, Nusa Tenggara dan pulan-pulau yang lain. Kalangan orang-orang atasan, sampai-sampai beliau mendapat tuduhan sebagai seorang feodal dan berkompromi dengan para petinggi kerajaan Majapahit, adalah karena usaha beliau untuk mendekati pihak kerajaan Majapahit agar strategi untuk mengembangkan agama Islam di Jawa berhasil. Kewibawaan beliau sangat dihormati di kalangan para wali, karena ilmu dan kepribadian yang beliau miliki. Keputusan musyawarah para wali beliau diangkat sebagai MUFTI, dan Pemimpin Agama Islam seluruh Jawa, maka pengaruh beliau sangat besar terhadap jalannya Da’wah saat itu.

     Gresik yang pada jaman dahulu dinamakan KOTA TANDES oleh masyarakat setempat, hal ini bisa dibaca pada ukiran sebuah batu berbentuk lingga yang terletak di depan Makam Tumenggung Poesponegoro adalah Bupati Gresik yang pertama kali. Gresik adalah bumi Allah yang diwangsitkan dari hamba Allah yaitu Syeikh Maulana Ishak kepada putranya yakni Joko Samudra hasil perkawinan dengan Dewi Sekardadu putri Prabu Menak Sembuyu adalah penguasa negeri Blambangan pada waktu itu.
      Bayi kecil yang konon menurut cerita akan dibunuh oleh sang nenek yang dan lantas urung niatnya akhirnya sang nenek menitahkan agar anak laki-laki (Joko) Dewi Sekardadu itu dimasukkan ke dalam peti dan kemudian dilarungkan ke laut lepas (Samudra). Alangkah sedihnya hati serta lemah lunglilah segala sendi tulang Ibunda Dewi Sekardadu dan suatu malan di Selat Bali perahu dagang dari Gresik oleng, berputar-putar terus di tengah laut, tidak mau maju maupun mundur kejadian ini tampaknya oleh awak perahu sadar tidak sadar di sekitar perahu terlihat sebuah peti terapung-apung, diambilah peti itu dan dibuka mereka terperanjat karena di dalamnya terbaring seorang bayi laki-laki sedang menangis. Awak perahu urung melanjutkan perjalanannya dan kembali ke kota Gresik dan bayi yang ditemukan diserahkan ke juragannya yaitu Nyai Gede Pinatih dan si-jabang bayi diberi nama JOKO SAMUDRA oleh ibu angkatnya.
    Dalam perjalanan hidup remaja Joko Samudra belajar mengaji atau belajar agama Islam ke Ampel, Surabaya. Pesantren Ampel di bawah asuhan Sunan Ampel atau Raden Rakhmat yakni saudara sepupu ayahnya sendiri. Setiap hari Joko Samudra pulang balik dari Gresik ke Ampel Surabaya pergi mengaji sampai memahami betul pelajaran agama Islam seperti ilmu Fiqih, ilmu Tauhid, Alqur’an dan sebagainya. Atas pesan dari ayah Joko Samudra Sunan Ampel memberi nama RADEN PAKU.
     Dalam usia dewasa Raden Paku bersama sahabatnya yaitu putra dari Sunan Ampel yang bernama Raden Maulana Makhdum Ibrahim yang kemudian termasyhur dengan sebutan SUNAN BONANG bertemu Syeikh Maulana Ishak yakni ayah kandung dari Raden Paku sendiri. Selama tiga tahun pertemuan dengan orang tua Raden Paku banyak mendapatkan pembelajaran berbagai ilmu agama Islam baik dari Syeikh Maulana Ishak atau guru-guru lainnya di Pasai, terutama Ilmu Tauhid dan Tashawwuf, Raden Paku sangat mendalaminya. Atas semua yang dimiliki Raden Paku yakni baik ilmu agama atau kepribadian yang bersinar, oleh salah seorang gurunya memberikan nama “MAULANA ‘AINUL YAQIN”.
     Joko Samudra atau Raden Paku atau Maulana Ainul Yaqin dalam proses pendirian pesantren sebelumnya menerima wangsit dari ayahnya sewaktu ia masih belajar di Pasai dahulu setelah diberi bekal segumpal tanah. Segumpal tanah itu adalah sebagai alat untuk mendari tempat bila Raden Paku akan mendirikan pesantren. Maka Raden Paku pergi mengembara mencari daerah atau tempat yang sesuai untuk mendirikan pesantren. Melalui desa yang bernama Margonoto, termasuk daerah Gresik, sampailah Raden Paku ke tempat yang agak tinggi atau sebuah bukit. Di situ Raden Paku merasa sejuk dan damai hatinya. Kemudian ia mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah di tempat tersebut, ternyata sesuai benar dengan segenggam tanah yang diberikan oleh ayahnya dahulu. Desa itu namanya SIDOMUKTI dan di situlah kemudian Raden Paku mendirikan pesantrennya. Karena tempat itu merupakan tanah yang tinggi atau gunung, maka tempat itu dinamakan GIRI dalam bahasa Sansekerta mempunyai arti Gunung. Di Giri inilah Raden Paku mendirikan pesantren dengan kemasyhurannya beliau terkenal dengan sebutan SUNAN GIRI. Kemudian tempat itu menjadi sebuah keraton atau kerajaan yang dikenal dengan nama GIRI KEDATON. Dahulunya tempat ini jarang ditempati manusia kemudian menjadi sangat ramai sekali, menjadi subur, dan makmur, sehingga Giri menjadi tempat yang disenangi banyak orang.
     Peninggalan Kanjeng Sunan Giri diantaranya; menurut keterangan Juru Kunci Mbah H. Abdul Jalil 73 tahun, yang sejak 1961 mulai bertugas menjaga dan melestarikan peninggalan hasil dari peradaban dan kebudayaan manusia jaman dahulu yang sangat tingi nilainya yakni:
•    Masjid Jami’ Ainul Yaqin lokasi di Sidomukti
•    Pulo Pancikan (petilasan pijakan) Kanjeng Sunan Giri lokasi Kecamatan Gresik
•    Petilasan tempat Kanjeng Sunan Giri memberikan brifing kepada aparat pemerintah lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Kolam Wudlu keluarga Kanjeng Sunan Giri lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Petilasan Kolam Wudlu Masjid Giri Kedaton lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Petilasan Paseban (Majelis Sidang) Pemerintahan Kanjeng Sunan Giri lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Telogo Pegat lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Batu Giwang Petilasan tempat Sholat Kanjeng Sunan Giri
•    Trap Undak-undakan menuju pondok pesantren lokasi Kelurahan Sidomukti
•    Telogo Pati lokasi di desa Klangonan
•    Petilasan Pertapaan Kanjeng Sunan Giri (Gunung Batang) lokasi Kelurahan Gulomantung
•    Telogo Sumber lokasi di desa Kembangan
•    Makam Kanjeng Sunan Giri beserta sanak keluarga dan pengikutnya.
      Hal di atas adalah merupakan aset pemerintah daerah Gresik yang dikembangkan sebagai area wisata yang mempunyai nilai-nilai relegius dan dapat dijadikan tempat melepas kepenatan dari kesibukan sehari-hari sembari mempertebal keimanan. Problematikahnya saat ini di sekitarnya nisan-nisan peninggalan keluarga Kanjeng Sunan Giri telah berdiri warung-warung dan kedai menurut tutur mereka ini merupakan ikhtiar setelah dihimpit krisis ekonomi, bagaimana pembenarannya mari kita renungkan bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bundaran GKB Gresik

Bupati Pertama Gresik

WEP ( Wahana Expresi Pusponegoro ) alias Telogo Dendo