Sekilas Tentang Syech Maulana Malik Ibrahim

        Berperan sebagai pedagang, menyebarkan Agama Islam sambil berdagang agar tidak terlalu kelihatan vulgar dan agar orang Gresik tidak menjadi kaget, menjadikan Syech Maulana Malik Ibrahim diberi wewenang sebagai “subandar ing Gersik” (syahbandar di Gresik), serta di perbolehkan menyebarkan Agama Islam kepada orang di Gresik yang bersedia masuk Islam.
Seorang ulama’ pedagang, pejuang dalam proses penyesuaian bagi perkembangan peradaban Islam di pulau Jawa secara umum dan di Gresik secara khusus, perjuangan memang penuh dengan tantangan, hambatan, dan kesadaran waktu.

        Syech Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai, diantara para wali pada tahap dewan I yang melakukan proses Islamisasi pada tahun 1404 Masehi. Dewan pertama tersebut antara lain :
1) Syech Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pedagang, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur (Brang Wetan), wafat di Gresik 1419 Masehi.
2) Syech Maulana Ishak, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai.
3) Syech Maulana Achmad Jumadil Kubro, asal Mesir, dakwah keliling wafat dan dimakamkan di Troloyo-Trowulan Mojokerto.
4) Syech Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib – Maroko, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di Jatinom Klaten tahun 1465 masehi.
5) Syech Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, di makamkan di gunung santri antara Serang – Merak Banten pada tahun 1435 masehi.
6) Syech Maulana Ali Akbar, asal Persia / Iran, ahli pengobatan, wafat dan dimakamkan di gunung santri antara Serang – Merak Banten 1435 masehi.
7) Syech Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di samping masjid Banten lama, tahun 1462 masehi.
8) Syech Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di samping masjid Banten lama.
9) Syech Subakir, asal Persia, ahli pasang tumbal tanah angker yang dihuni jin jahat yang pada waktu itu banyak terdapat di Pulau Jawa. Lalu kembali ke Persia dan wafat di Persia.
Syech Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai sosok pribadi yang serba bisa dalam berbagai hal dan beliaulah ahlinya. Dalam bidang perdagangan, ilmu agama, bidang politik, dan bidang ketabiban (dokter). Dengan berbagai macam keahlian yang serba bisa tersebut yang paling menonjol, adalah Syech Maulana Malik Ibrahim sebagai sosok alim ulama’ yang mandiri.
       Ketika itu Leran merupakan pelabuhan yang pada waktu itu ramai dan sangat banyak di kunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara. Di desa Leranlah Syech Maulana Malik Ibrahim pertama kali menyandarkan kapalnya di pangkalan kapal Leran, seperti layaknya kapal-kapal lain yang juga bersandar.
Lantas kanjeng Syech Maulana Malik Ibrahim bersama rombongan turun dan mendirikan sebuah masjid yang tidak berfungsi sebagai tempat beribadah, melainkan juga berfungsi sebagai pusat pendidikan (pesantren). Di sebuah masjid itulah ia memulai mengabdikan dirinya bagi perkembangan agama Islam, yang kemudian semakin lama semakin berkembang pesat.
        Syech maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai ulama’ ahli pengobatan selain pedagang, dan banyak memberikan pertolongan kepada penduduk sekitar apabila ada yang sakit. Keahliannya yang lain adalah ahli dalam bidang strategi politik untuk misi Islamisasi elite politik kerajaan Majapahit yang pada waktu itu di pimpin oleh rezim penguasa yang bernama Wikrama Wardhana (1369 – 1428 Masehi). Di dalam misi Islamisasi tersebut Syech Maulana Malik Ibrahim bekerja sama dengan Sultan Mahmud syah alam Raja Kedah di Malaka untuk mengawinkan putri raja yang bernama Aminah binti Mahmud. Para penguasa di Kedah kebanyakan menggunakan gelar kehormatan dengan sebutan “Sultan Syah“.
Dalam proses Islamisasi pada tingkatan para elite penguasa atau raja-raja yang pada waktu itu masih beragama Hindu. Syech Maulana Malik Ibrahim tidak secara gampang dan mudah mempengaruhinya, tapi beliau memikirkan cara atau strategi yang pas untuk supaya elite pejabat Majapahit memeluk dan mengikuti ajaran Islam yang oleh Maulana Malik Ibrahim yakini paling benar selama hidupnya. Dalam siasatnya Syech Maulana Malik Ibrahim menggunakan cara perkawinan, akan tetapi Malik Ibrahim tetap memegang nilai-nilai yang bersifat prinsip-prinsip Islam yang selalu menjunjung tinggi nilai akhlaqul karimah yang sangat luhur.
Setelah sekian lama dan merasa cukup kuat posisi Islam di Leran. Mulailah Syech Maulana Malik Ibrahim bergerak ke arah timur mengarah ke kota Gresik. Sebelumnya beliau berhenti di Desa Roomo dan mendirikan sebuah masjid yang juga punya fungsi sebagai pesantren, kemudian dilanjutkan kembali pergerakannya sampai di Desa Sawo, kalau sekarang pusat kota Gresik, di desa tersebut Syech Maulana Malik Ibrahim membangun sebuah masjid dan dikenal dengan sebutan langgar sawo, dan setiap tempat-tempat yang telah disinggahi oleh Syech Maulana Malik Ibrahim selalu memfungsikan masjid sebagai tempat pusat pendidikan (pesantren), basis pergerakan serta kaderisasi demi cita-cita tegaknya agama Islam. Di desa Sawo inilah Maulana Malik Ibrahim menetap hingga wafat dan di makamkan di desa Gapura Sukolilo. Pada tanggal 12 Robiul awal 822 H atau bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M.
        Jika proses pergerakan Syech Maulana Malik Ibrahim dari desa Leran sampai ke desa Sawo (kelurahan kemuteran kota Gresik), diamati dan di pelajari. Maka perjalanan Maulana Malik Ibrahim tersebut bukan tanpa maksud, dalam setiap langkah bergerak beliau sangat memikirkan dan belajar dari para pendahulu-pendahulunya, serta hasil pengamatannya terhadap peta wilayah (geo politik) daerah pesisir Gresik pada waktu itu. Hasil berpikirnya, beliau menggunakan pola gerakan dengan sistem stelsel atau sistem yang saling berkait-kaitan agar supaya hubungan komunikasi dalam aktifitas gerakan Islamisasinya tidak gampang di putus begitu saja. Hasil yang terjadi adalah malah menjadi semakin kuat dan berkembang.
        Sistem semacam atau seperti itu yang di praktekkan Maulana Malik Ibrahim, lantas dibajak begitu saja tanpa aturan Haki (hak kekayaan intelektual) oleh pemerintah penjajah Belanda dengan menggunakan istilah benteng stelsel, yang di gunakan dalam perang melawan pangeran Diponegoro dalam proses mengepung pergerakan Diponegoro dan pasukannya, sehingga wilayah gerakan perlawanan pangeran Diponegoro tambah mengecil dan menciut. Pada akhirnya pihak penjajah belanda dengan sangat mudah membujuk dan berhasil menangkap pangeran Diponegoro dan mengakhiri perlawanannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bundaran GKB Gresik

Bupati Pertama Gresik

Tradisi Maulid Nabi Di Gresik